Fisikawan muslim (bagian awal)

Kaum muslim meyakini bahwa semua pengetahuan berasal dari Allah, dan Qur’an adalah kalamullah. Maka sebagai  sumber pengetahuan, Qur’an pastilah benar. Apakah juga termasuk pengetahuan tentang zat, energi, ruang-waktu dan interaksi benda-benda di alam ini, yang sering di sebut dengan “fisika”?
Sebagian muslim dengan mantap mengatakan ya. Maka muncullah istilah”fisika Islam”. Ini adalah sejumlah teori atau lebih tepatnya”hipotesa” dari suatu hukum fisika yang diklaim mereka “temukan” di dalam Al-Qur’an.  Ada 3  contoh ilustrasi
(1).Teori bahwa bumilah sebagai pusat tatasurya(geosentris). Bahkan alam semesta, karena di Al-Qur’an tidak pernah ada  ayat yang menyatakan, bumi beredar, tetapi matahari, bulan, bintanglah yang beredar(Q.S Ar-Ra’d :2,  Q.S  Ibrahim:33). Teori ini bahkan didukung oleh syekh terkemuka dari  saudi Arabia, yang menfatwakan bahwa percaya kepada  teori heliosentris bisa  menjerumuskan pada kemusrikan.
(2).  Teori bahwa besi magnet  dapat  digunakan sebagai pembangkit energi yang tak ada habisnya, dengan dalil Q.S 57:25 yang menyatakan bahwa Allah menciptakan besi yang di dalamnya terdapat kekuatan yang hebat, yang ia tafsirkan sebagai  energi.
(3). Teori 7 lapis atmosfir, karena dikatakan  hujan turun dari langit (Q.S 35:27) sedang Allah menciptakan  tujuh langit (Q.S 41:12), sehingga hujaan itu terjadi pada lapis langit pertama.
Melihat teori  dan klaim tersebut, sepertinya mereka mengulang apa yang pernah dilakukan kaum mutakalimin (pencinta filsafat) di masa lalu, yang mencari-cari suatu kesimpulan hanya berdasarkan asumsi, sekalipun  asumsi itu berasal dari suatu ayat Al-Qur’an yang ditafsirkan  secara subjektif. Tentu saja, cara berpikir  mutakalimin  seperti ini  tidak pernah menghasilkan  terobosan ilmiah  yang hakiki, apalagi dapat dipakai  untuk keperluan praktis.
Para fisikawan muslim di masa keemasan islam adalah orang-orang yang  dididik dari awal dengan aqidah islam. Rata-rata mereka  hafal Al-Qur’an sebelum berusia  baligh. Dan mereka sangat memahami  bahwa alam memiliki  hukum-hukumnya yang objektif, yang dapat terungkap sendiri pada mereka yang sabar melakukan pengamatan dan penelitian dengan cermat.
Fisika sebagai ilmu pengetahuan empiris dapat diraih oleh peneliti manapun yang sabar, tanpa memandang apa keyakinan aqidahnya.  Kebenaran fakta fisika tidak perlu didukung dan tidak akan mengusik ayat Al-Qur’an manapun., karena keduanya memiliki ruang lingkup yang berbeda. Memaksa-maksa agar  suatu fakta fisika cocok dengan sebuah ayat atau sebalikny, justru menunjukan kelemahan pemahaman kita sendiri, baik terhadap si fakta fisika itu, maupun terhadap isi Al-Qur’an sendiri. Dan ini semua tidak pernah dialami oleh para fisikawan di masa keemasan Islam.

sumber :
http://aersmile159.wordpress.com/2012/01/28/fisikawan-muslim-mendahului-zaman/
Seri kecerdasan ilmiah dan teknologi berbasis spiritual (technoscience spiritual quotient, TSQ)- TSQ STORIES
50 Kisah Penelitian dan Pengembangan Sains dan Teknologi di Masa Peradaban Islam EDISI 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar